jump to navigation

Nasionalisme Februari 26, 2007

Posted by anick in All Posts, Buku, Identitas, Nasionalisme, Sejarah.
trackback

Kita hidup dengan kontradiksi di tapal batas. Kini dengan cerdik dan cekatan pelbagai hal—buruh, komoditas, korupsi, agenda politik, terorisme—melintasi perbatasan. Tapi di sana-sini tembok nasional dibangun makin tinggi. Dunia menyempit, dunia kian sengit, dan wajar jika kita bertanya: Bisakah nasionalisme dielakkan? Haruskah?

Nasionalisme punya sejarah, punya jejak, dan untuk menjawab pertanyaan itu penting kita lihat jejak itu kembali. Ada masanya ketika yang tersimpan rekaman kisah yang buruk. Rabindranath Tagore pernah menggambarkan sebuah keadaan ketika ”bangsa-bangsa yang saling ketakutan intai-mengintai seperti hewan buas di malam hari”. Dan penyair besar India itu pun bertanya, ”Haruskah kita bertekuk lutut kepada semangat nasionalisme, yang menebar-siarkan benih rasa takut, rakus, curiga… ke seluruh dunia?”

Tagore mengucapkan itu pada 1916, ketika sastrawan berbahasa Bengali yang mendapat penghargaan Nobel pada 1913 itu berkunjung ke Tokyo. Waktu dan tempatnya penting: kaum nasionalis Jepang sedang menghalalkan postur militer negerinya. Dalam hubungan itu bahkan Tagore secara tak sengaja mengecam pandangan yang tercantum dalam The Awakening of Japan, buku berbahasa Inggris yang terbit pada 1904, yang membenarkan penjajahan Jepang atas Korea: ”Korea terletak bagaikan sebilah keris yang selamanya terhunus ke jantung Jepang”.

Kalimat itu penting sebab bukan suara seorang militer. Ia ditulis seorang Okakura Tenshin. Okakura justru seperti Tagore: hidup dan menulis dalam lingkungan di mana seni dan pengalaman tentang keindahan diletakkan begitu pen-ting dalam hidup manusia. Kedua orang itu bahkan saling kenal, dan dalam arti tertentu, berteman.

Dalam bukunya terbaru, Another Asia, Rustom Bharuscha—dari mana saya dapatkan kutipan buat tulisan ini—menggambarkan dengan cermat dan menilik dengan tajam peri kehidupan kedua ”sahabat” itu. Dari sini dapat kita lihat kembali soal-soal yang timbul tatkala bagian dunia yang disebut sebagai ”Asia” ini—dengan definisi dan geografi yang tak sepenuhnya jelas—harus bergulat dengan pertanyaan yang fundamental tentang identitas atau posisinya dalam sejarah. Diinjak-injak kolonialisme negeri-negeri Eropa, ”Asia” kemudian melihat bagaimana sebuah negeri Eropa, yakni Rusia, dikalahkan Jepang pada 1905. Sejak itu ”Asia” sibuk untuk ”bangun”. Nasionalisme adalah jawabannya.

Tapi itu bukan jawaban tanpa sisi yang gelap. Telah disebut bagaimana nasionalisme Jepang melahirkan imperialisme tersendiri, mula-mula di Korea. Kontradiksi ini sudah terasa ketika berkumandang suara—seperti juga yang diartikulasikan Okakura Tenshin—bahwa ”Asia” itu ”satu”, bahwa ”Asia” punya ciri yang tersendiri, sebagaimana dinyatakan dalam kesenian dan kehidupan sosialnya.

Dalam bukunya, Bharuscha menunjukkan kontradiksi itu lebih jauh dengan mengutip pelbagai ucapan Okakura: justru di bangunan ”Asia” yang ”satu” itu, Jepang tak persis berada di dalamnya. Jepang berada di atas, dimulai dengan posisinya dalam seni. Bagi Okakura, seni rupa Jepang—lahir dari alam yang berbeda—berada di tingkat yang lebih unggul ketimbang seni Cina, yang ditandai ”keluasan yang monoton” dan ketimbang seni India yang punya ”kekayaan yang terlampau membebani”. ”Seni Jepang berdiri sendiri di dunia,” katanya, sebagaimana halnya ”Jepang berdiri sendiri menghadapi dunia”.

Yang diabaikan Okakura ialah bahwa dalam kata ”menghadapi dunia” ada ”yang lain” yang dihadapi.

Okakura sendiri sebuah persona. Ia sebuah penampilan. Ia menyusun sebuah koreografi untuk hadirin yang dihadapinya. Dalam foto-fotonya, ia selalu tampak mengenakan kimono. Dalam karya-karyanya, Okakura berbahasa Inggris. Bharuscha mengemukakan satu kutipan menarik, yakni sepotong nasihat Okakura kepada anaknya: ”Janganlah berpakaian Jepang jika bahasa Inggris kamu patah-patah.”

Ke-”Jepang”-an sebagai koreografi penampilan, seni yang unik yang menandai identitas nasional, bangsa yang homogen sebagai nasib—itu semua menunjukkan apa yang tak diakui Okakura dan kaum nasionalis: ketika kita bayangkan bangsa sebagai sesuatu yang esthetis, kita lupa ”orang luar” sebenarnya ikut mendesak dan membentuk diri kita, dan ada yang brutal dalam prosesnya.

Kimono yang dikenakan Okakura, yang menyertai lidah yang fasih berbahasa asing, mencoba menghilangkan sisi dirinya yang tak murni Jepang. Seni yang disebut ”unik” menampik sejarah akulturasi: sejak abad ke-8 pelukis Jepang datang ke Cina buat belajar. Dan ketika bangsa ”Jepang” hanya dibayangkan sebagai kelanjutan ”ras Yamato”; telah terhapus orang Ainu dari ingatan.

Tak berarti nasionalisme sepenuhnya cerita penghapusan yang berbekas darah dan besi. Dalam riwayatnya, nasionalisme punya saat-saat yang membebaskan dan membangun. Kecaman Tagore mengabaikan apa yang pernah dan dapat tercapai ketika sebuah komunitas bersama dianggit (imagined, kata Benedict Anderson), sebuah negara-bangsa berdiri, dan sebuah mekanisme politik bekerja, dengan segala kekurangannya, untuk hidup komunitas itu sehari-hari.

Partha Chatterjee benar ketika ia mengecam pemikiran Tagore: dalam hidup sehari-hari ”kita mengikuti aturan lalu lintas, membayar pajak, memberikan suara atau tidak, menyiapkan anak kita ikut ujian, mengecam pemerintah yang tak berfaedah dan politisi yang disogok”.

Kita hanya bermimpi indah jika kita anggap semua itu ada di luar kita.

Tak berarti mimpi indah harus diberangus. Ada yang menyebabkan wacana tentang negara dan bangsa tak sepenuhnya menguasai ruang hidup. Di dunia Okakura dan Tagore, seperti ditunjukkan The Other Asia, kita bersua dengan pengalaman tentang keindahan. Di sanalah wacana yang perkasa, seperti nasionalisme dan anti-nasionalisme, menemui batasnya.

~Majalah Tempo, Edisi. 01/XXXIIIIII/26 Februari – 04 Maret 2007~

Komentar»

1. swanvri - Februari 27, 2007

Yang diabaikan Okakura ialah bahwa dalam kata ”menghadapi dunia” ada ”yang lain” yang dihadapi.

Liyan, terkadang ia dianggap noise, bukan sound yang layak didengarkan, sampah yang harus dibuang dan digusur……..

:((

2. Zaki - Februari 27, 2007

Saya salut dengan Jepang dan India yang telah begitu modern dalam memaknai nasionalisme dalam berinteraksi terhadap dunia internasional.
Sedangkan bagi Indonesia, nasionalisme identik dengan penculikan aktivis, pengiriman pasukan ke propinsi konflik, ketakutan dan terbungkam terhadap sesuatu yang berbau kenegaraan meski itu belum tentu ada hubungan dengan kepentingan bangsa, dan paling banter adalah “ganyang Malaysia” yang dilakukan ketika ketika negara jiran itu masih balita. Dan hingga kini pun masih bergelut dengan tema itu meski dengan judul berbeda. Indonesia saat itu punya keinginan tersembunyi, meski tanpa potensi yang memadai, untuk mencontoh perilaku Jepang saat itu dan AS saat ini.
Apakah semua tergantung dalam dan panjangnya sejarah untuk membangun sebuah nasionalisme yang modern?
Menurut saya, orientasi Jepang dan Jerman yang lebih menitikberatkan pembangunan Ekonomi dan perdamaian adalah hasil dari perkembangan ke arah yang paling maju dalam memaknai nasionalisme. Untuk menghemat sejarah, kita perlu meniru Jepang dan Jerman masa kini.

3. W.N.Padjar - Februari 27, 2007

Ini adalah satu dari sekian gagasan reflektif yg penting dari CAPING: mempertanyakan Identitas sebagai konsep bentukan (kepentingan) sosial dan politik. Identitas itu diciptakan mungkin karena kecenderungan manusia untuk melakukan kategori atau pengelompokkan atas banyak hal berdasarkan persamaan dan perbedaan. Dan ini menjadi kebutuhan untuk memudahkan kerja.

Problem serius mulai muncul setelah Identitas digunakan untuk kerja penaklukan atas manusia oleh suatu rezim politik, sementara manusia kapan pun dan di mana pun tidak dapat secara sederhana dikelompokkan dan kemudian dituntut untuk mengikuti pola Identitas yang dikehendaki. Dan mungkin ini berlaku pula pada sel-sel organik, virus, tumbuhan liar, atau serangga.

Identitas memang perlu tapi ia, dari waktu ke waktu, tidak menetap dan diam.

4. Awal.com - Maret 4, 2007

Nasioanalisme….bgm dg Indonesia ??? msh Nasionaliskah rakyatnya ?? Pluralisme, keanekaragaman budaya, suku bangsa dan agamanya membuat arti Nasionalisme absurd. mreka bingung spt ap wujud nasionalisme ?? ap yg slalu mengatakan merdekaketika berjuang (demo, aksi dll) slalu memajang Foto Sby n JK, men-Jawa-kan Budaya suku2 mreka bg etnis2 lain?? mreka pdhl slalu berkata sy Nasionalis, tp Perbedaan sll ad Dlm Hak mreka untuk mnjd Nasionalis Indonesia sejati.

5. kuyazr - Maret 5, 2007

yang ada cuma nasionalisme nya jawa. mari merdeka dari jawa yang sebentar lagi akan tenggelam dimakan lumpur…

sinar903621 - Oktober 25, 2009

pikiran yang terlalu kerdil….karena dilahirkan di jawa makanya jadi orang jawa,kalau anda dilahirkan di ‘X’ ,otomatis anda orang ‘X’…tentang jawa atau bali atau bugis atau melayu dll ,janganlah terlalu dipermasalahkan karena orang jawa sendiri juga berani mengritik atau mencemoh orang jawa yang tidak beradab..mau bukti Amies Rais dulu gencar mengkritik Suharto …Dan kalau anda ingin jadi politikus yang andal ,saya sarankan untuk kuliah di Pulau Jawa…setelah tahu tentang cara berpikir orang jawa ,kemudian silakan bicara tentang Jawa…Jangan2 anda pecundang negeri /daerah dimana anda lahir dengan komentar anda yang membawa2 kata serapah ‘ lumpur’…

6. Syair Maulana - Maret 12, 2007

Imagined community, yang tercantum dalam buku Anderson yang masyhur, mungkin sebuah ikhtiar utk membangun komunitas besar yang melampaui tapal batas perbedaan. Kemudian nasionalisme terlahir. Menjadi mitos yg tak terjamah. Menjadi mantra sakti yang mesti dirapal setiap saat agar keutuhan tetap terjaga. Tapi, kadang ada yang tersingkir dalam setiap himpunan. Lepas. tanggal. Hilang. Melawan. Tinggal bayangan yg terus dirapalkan……….

7. suray - Juli 9, 2007

Nasionalisme itu penting, akan tetapi prinsip ini telah disalahartikan oleh banyak pihak. Mengatasnamakan nasionalisme untuk kepentingan segelintir orang tidaklah dapat dibenarkan. Pun, mengatasnamakan nasionalisme untuk mayoritas sebagian besar penduduk suatu negara dengan dalih menindas kaum minoritas tidak dapat dibenarkan. Itulah sebabnya para pendiri bangsa kita (bapak bangsa) tidak menyusun dasar negara berdasarkan suara mayoritas, akan tetapi lebih pada merangkul segenap komponen masyarakat.

8. Be_jo - Agustus 1, 2007

ya….ya…ya…itu semua benar

9. thesarong - Agustus 2, 2007

Mungkin ini komentar terpanajng yg pernah gw buat di sebuah blog:

Saya baca satu artikel di majalah National Geographic (edisi internasional) bulan lalu berjudul “Swarm Theory”. Singkat kata singkat cerita, Peter Miller menulis tentang fenomena yang terjadi pada koloni semut, lebah, dsb.

Menurut penelitian, seekor semut mungkin kalo disuruh membangun sarang atau mencari makanan sendiri bakal ngga bisa. Tapi, uniknya, kalo ribuan-bahkan-jutaan semut dalam satu koloni berkumpul semua itu bisa dilakuin dengan cepat dan efisien; mereka bahkan bisa bikin jalan, bercocok-tanam, menyerang musuh, dsb.

Begitu juga bangsa ini pada mulanya: yang ada adalah cita-cita. Kita sadar bahwa dengan bersama2 kita bisa melakukan hal2 yang engga bisa kita lakuin sendirian. Bangsa ini ngga dipersatukan oleh agama, etnis apalagi uang/harta. Kita bersatu karena ‘kesadaran’ itu, dengan cita-cita luhur itu–nggak perduli siapa kamu dan dari mana dia.

Ketika dunia bergerak bersatu (lihat Unieropa, PBB, dan sebagainya) kenapa kita malah ingin berpisah. Bukankah itu sebuah langkah mundur?

Iya, kita sama2 harus mengakui bahwa banyak kebobrokan di tanah-air kita ini, tapi bukankah itu tugas dan hak kita semua untuk membuat perbaikan. Jangan lari, kawan! Pantang menyerah, sobat!

10. rakyat - Agustus 2, 2007

Supaya semua masalah bangsa ini selesai, satu2nya cara adalah dengan membubarkan NKRI.

batiknovita.com - Februari 16, 2010

You’re wrong man…

11. nia - September 13, 2007

arti identitas nasional’a Mana??????????????????????

12. Revina Rezeki - Oktober 8, 2007

Eh,ko ga sah kepintaran lah Q bukannya mo nyindir tapi mo ngejek bahkanmo ngentot

13. Revina Rezeki - Oktober 8, 2007

mank tuliskan arti nasionalismenya dong!!!!
U know?^!!!!

Eh, rere ne Q paulus junior. Souuu ga sangambek da yamo lezzzzzzz

14. Trisnawan - Oktober 8, 2007

Mas Q sayanggg banget ma u

15. ZAINUDDIN LOSI - Oktober 22, 2007

Nasionalisme adalah konsep setan untuk memecah belah bangsa-bangsa bahkah menjajah bangsa-bangsa yang ada di dunia. Mari kita hancurkan nasionalisme bersama-sama.

16. dhVie n' fita - Oktober 22, 2007

fakta sejarah mempertahankan nasionalisme itu apa ???

tolong dijawab yah !!!

thx…

17. andine - Oktober 23, 2007

knapa seh mesti ada perang

jawab ya please

18. BOND - Oktober 27, 2007

MBOH LAH

19. DANANG - Desember 6, 2007

sungguh manusia di karuniakan kepandaian untuk berikhtiar
di karuniakan harta untuk memberi
di karuniakan kepemimpinan untuk di percaya
tidak dikaruniakan sedikitpun kekuasaan.

raja raja kecil itu membeli kepercayaan dengan segala cara
termasuk menjual penderitaan mereka.

adakah dalam pancasila di sebutkan demokrasi
lalu mengapa kita semua mengkultuskan
demokrasi.

DALAM MENENTUKAN KEMANA NEGARA INI MENUJU.

20. Zee - Desember 18, 2007

Hhhh,,,,
Nationalism…
Hard…

21. NASIONALISME « Zainuddinlosi’s Weblog - Januari 5, 2008

[…] NASIONALISME NASIONALISME […]

22. toa senja - Februari 28, 2008

aku hanya ingin memberi kabar…
bahwa tanggal 20 mei di surabaya atau yogja ada kegiatan 100 tahun kebangkitan nasional
dan ada yang berminat membagi inspirasi?
log in ke
partairapi.blogspot.com
email
partai_rapi@yahoo.com

23. akhwat89 - April 12, 2008

kita sudah se nasionalis apa?
apa upaya kita untuk indonesia yang madani?

24. okta - Mei 30, 2008

sebaiknya bangsa indonesia tidak menjelek- jelekan dan membandingkan nasionalisme indonesia dengan bangsa lain yang mesti kita lakukanadalah bagaimna bangsa indonesia bisa bngkit dan menjunjung tinggi nasionalime indonesia, agar bangsa indonesia tetap jaya dan di mata dunia indonesia bisa menjadi diri sendiri,ayo generasi muda kita junjung tinggi rasa nasionalisme!!!!!!!!

25. husni - Mei 30, 2008

saya kira begini: nsionalisme itu baru terasa kalau berhadapan dengan “nation” lain. kalau kita masih di sini, berhadapan dengan sesama warga negara Indonesia, yang ada sukuisme akan kuat. jika berhadapan sesama suku, keluargaisme akan kuat sampai pada individualisme, kecintaan pada diri sendiri. padahal penjajah di hadapan kita loh. kita ga cukup sadar bahwa penjajah baru ada di sini. selalu saja Barat yang dianggap penjajah yang bisa menimbulkan nasionalisme. kita harus ingat, Arab juga mulai mau menjajah kita. para HABIB itu sedsang ingin mengarabkan wajah kita. kita bangsa Indonesia harus mandiri dari barat maupun ARAB. kecuali orang arab yang tinggal di Indonesia (terserah dah.)

26. widyaSastra - Juli 21, 2008

imperialisme -> Kolonialisme ->nasionalisme ->pluralisme ->Jawanisme ??

27. hary - Agustus 17, 2008

blog yang bagus, jarang ada yang mikir tentang masalah ini, salut

28. jeanie - Agustus 17, 2008

i will show you the beauty of indonesia

29. Sigit Prasojo - Agustus 25, 2008

MARI PARA PEMUDA INDONESIA BANGKIT KAN KEMBALI RASA NASIONALISME YANG SEMPAT PUDAR PADA PARA PEMUDA INDONESIA,,,,THANKS TOO ALL PEMUDA INDONESIA,,SALAM MERDEKA…..!!!!!!!!!!!!!!

30. Gobel - Agustus 28, 2008

Nasionalisme yang berlebihan, patriotisme yang berlebihan dan korupsi yang berlebihan akan membawa manusia menjadi serakah. Bermula atas nama keluarga berkembang menjadi kepentingan nasional, berawal dari kasur rumah berkembang menjadi patria (tanah air), berawal dari sejengkal menjadi kemewahan yang unlimited.

31. asa - September 8, 2008

membantu bgt bwt tu9as PKN,,,,Thanks,,,,,
Dan Bwt Pemuda InDonesia Bangkit!!

32. adminblogFSIEkonomiUNAND - September 16, 2008

indonesia tidak bisa “bangkit” hanya dengan “nasionalisme” tapi juga dengan moral dan akhlak serta amal konkret pembangunan masyarakat berperadaban madani. islam, adalah solusi. semoga indonesia bisa bangkit dari ketidaksadaran akan penerimaan ideologi islam sebagai konsep hidup yang komprehensif. semoga wajah islam yang damai dan tidak pragmatis dapat dihadirkan oleh para pejuang islam di berbagai lini. semoga. kita cinta indonesia.

33. jaka - September 19, 2008

@atas: Islam yg model diperjuangkan Abu Bakar Baasyir atau HTI? Engga deh. Maaf saja. Walau dia bilang Islam yg diperjuangkan adalah yg “damai”. Bento pun bisa bilang caranya damai (dg menyogok segepok uang ke polisi+jaksa). Ketika Anda bilang Islam sebagai solusi, langsung terbayang di kepala ini perebutan kekuasaan di antara para ulama atau pendukung2nya.

Islam tidak akan menjadi solusi selama tafsirnya selalu dikungkung oleh dogma-dogma yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

34. dedy - September 20, 2008

Memang kadang kita harus melihat ke diri kita sendiri. Kadang kita pura-pura tidak tahu kalau kita berpandangan utopis. Dulu saya pernah menonton diskusi antara ketua HTI dan Azyumardi Azra dan dengan tegas AA mengatakan bahwa apa yang dikemukakan oleh HTI adalah terlalu menyederhanakan permasalahan bangsa.
Sedangkan wajah islam yang damai, itu yang harus kita buktikan dan tunjukkan. Bukan mendesak-desak agar orang mengakui. Percayalah, kalau ideologi islam yang terbaik, umat akan berduyun-duyun menginginkannya. Jika ternyata tidak seperti sekarang ini, berarti ada yang harus ditinjau ulang.

35. Ah Moso - September 23, 2008

Mantap-mantap

36. adminblogFSIEkonomiUNAND - September 23, 2008

@jaka:
kenapa harus dikaitkan, cenderung, dengan HTI dan ABB? bagaimana dengan muhammadiyah, nu, persis, pks (ikhwanul muslimin indonesia), pbb dll?

yang penting bukan prinsip liberalisme yang diimplementasikan di kehidupan kebangsaan ini. maaf-maaf saja, ianya non-sense. hanya buah dari retorika tak berujung.

berarti masih ada asa. semoga. kita lihat saja. indonesia…bersabarlah.

37. melao - September 28, 2008

nasionalisme….

apakah “nation” itu masih ada untuk kita ?

38. A.Zubairy - Oktober 10, 2008

Bersama kita bisa, mari sejenak kita membuka kacamata kuda, menengok kebelakang perjalanan bangsa kita, apa modal para pemuda ketika bersatu mengucapkan sumpah pemuda pada th.1928, mereka bermodalkan kejujuran/ichlas,keberanian mengambil resiko, kebersamaan, komitmen kuat untuk bersatu keluar dari tekanan yang tak bernah berakhir, nuansanya lain tapi kondisinya sama dalam setiap kehidupan, sehingga Nasionalisme muncul dalan dirinya sebagai panggilan suci untuk membela saudara, keluarga, teman masyarakat pada akhirnya bangsa dan Negara, saya yakin itu bahwa setiap orang pasti punya nurani seperti itu , tinggal bagaimana memulai dan pengembangkannya dalam diri dan keluarga, selama kita yakin orang=orang yang kita cintai lahir dan mati dinegeri ini, insyaAlloh Nasionalisme ada dalam diri kita masing-masing..

39. adminblogfsifeunand - Oktober 22, 2008

tulisan beliau tajam. menarik. menggelitik nalar. ada pesan perjuangan. ada kegelisahan dalam kata. ada semangat perbaikan. ada prinsip yang layak diperjuangkan. tapi, kenapa dalam caping belum ada tulisan tentang “teraniayanya” habieb rizieq? tidakkah ada caping yang mengkritisi proses hukum yang ada pada sidang “kasus” monas sekarang? mmm, meski saya tahu, ada banyak konsep hidup yang tak sinkron, tapi bukankah kita sedang melihat ketidakadilan? wallohu a’lam. ayo caping, semoga nasionalisme bapak dalam format tulisan dapat objektif menilai segala sesuatu yang terjadi. umat islam teraniaya hari lalu dan hari ini. wallohu a’lam.

40. DEWI-DEWI - Oktober 23, 2008

Indonesia keRe AaaaBBBBiiiEEezzZZZ

41. fsiekonomi.multiply.com - November 29, 2008

hari pahlawan sudah berlalu. adakah nasionalisme anak bangsa bertambah?

42. $rr! W@hyunie - Januari 14, 2009

mengapa banyak sekali orang tidak setuju dengan adanya nasionalisme ?……….”hay……….putra- putri bangsa mari kita bangkitkan NASIONALISME YANG KIAN TELAH MULAI MENGHILANG………..KITA BANGKIT KAN BERSAMA………..GOOD LUCK.

43. Skydrugz - Januari 17, 2009

….

Nasionalisme itu monton yang lain dari keegoan yang diperluas manusia.

44. nida - Januari 28, 2009

nasionalisme bukan secara khusus saja melainkan menyeluruh bagi bangsa indonesia bisa bicara tapi tak bisa memahami apa yang seharusnya dicerminkan. jangan pernah memprotes tentang ketidak adilan paham nasionalis jika yang di tunjukan hanya sekumpulan kelompok kecil saja nasionalis disepakati seluruh warga negara indonesia bukan karena agama, suku, budaya, iya toh…. tapi karena persatuan dan kesatuan dan kecintaan diantara banyak perbedaan yang mempunyai kekhasan sendiri… bukankah perbedaan itu unik….. mari pemuda-pemudi tunjukan sikapmu yang sesuai dengan ideologi bangsa jangan menunjukan sesuatu yang menunjukan kebodohanmu sendiri…..ok

45. W!Ld@_28 JAN '09 - Januari 28, 2009

NASIONALISME BUKAN SEKEDAR KATA-KATA MELAINKAN SETIAP INSAN HARUS MENANAMKAN ITU DALAM HATI MASING-MASING. BANGSA INDONESIA HARUS PUNYA RASA NASIONALISME DISERTAI KEJUJURAN, BIJAKSANA, TIDAK KORUPSI UANG NEGARA YANG HANYA MENGUNTUNGKAN SANAK FAMILYNYA SAJA.

46. asra - Februari 3, 2009

“Nasionalisme tidak ada artinya kalau tidak ada kesatuan jiwa dan raga dan langkah” seperti satu tubuh makro bangsa Indonesia, setiap gerak langkah dalam berbangsa dan bernegara serta pergaulan antar bangsa yang terumus satu kesatuan dan saling keterkaitan :
Idiologi, Politik, ekonomi,sosial, budaya, pertahanan, keamanan,rakyat semesta bangsa Indonesia dalam arti
IDIOLOGI adalah menuntun kesadaran rahasia (roh) bangsa sebagai satu kesatuan jiwa dan raga (satu bangsa harus utuh dan makin kuat dan dewasa serta langgeng) bukan rebutan istilah …:) maka perlu menyusun suatu
POLITIK sebagai arah dan strategi negara dalam tantangannya untuk memelihara terlasananya secara berkesinambungan IDIOLOGI bangsa berupa GBHN (PERTAHUN DAN LIMA TAHUNAN) bukan …”rebutan kekuasaan dan banyak paratai tanpa jelas GBHN ….:( yang mencakup EKSOSBUDHANKAMRATA NEGARA INDONESIA, untuk memenuhi kebutuhan dan kecukupan EKONOMI baik dari dalam dan memperoleh keuntungan ekonomi dari luar negeri SEPERTI ALIRAN DARAH, SOSIAL menjadi kasadaran, kewajiban dan sikap hidup setiap individu dan organisasi dalam negara Indonesia sepertihalnya urat saraf untuk melaksanakan IPOLEK menyatu dalam kekuatan BUDHANKAMRATA, BUDAYA, ADALAH bangunan satu jiwa dan raga yang penuh semangat dan sinergi antar unsur bangsa dalam melaksanakan IPOLESOS dan membangun kekuatan hankam rata keluar yang ada bangsa Indonesia kedalam satu jiwa tidak terpisahkan. PERTAHANAN dan KEAMANANkedisiplinan dan ketahanan bangunan daya hidup dan kehidupan IPOLESOSBUD memunculkan kekuatan keamanan yang mengamankan rasa aman dan terlindunginya bangsanya sebagai satu kesatuan (IPOLEKSOSBUD) yang sanggup bangunan MANUSIA UTAMA sebagai satu jiwa raga bangsa Indonesia dengan sentral kekuatan pada rakyat kebanggaan dan penyeimbang SEMESTA ALAM
bukan tulisannya akan tetapi pelaksanaannya, bukan gebyarnya akan tetapi hasilnya, semoga mengembalikan kepercayaan diri bangsa dan rasa tanggung jawab bahwa bangsa Indonesia lebih mampu asalkan mau menggali kesinambungan cita-cita bangsa

47. Anesya Dwidani / xa / 7 - Maret 29, 2009

Menurut saya,
nasionalisme sangat diperlukan oleh suatu bangsa. Dengan adanya nasionalime negara itu dapat mengalahkan dan bersaing dengan negara besar sekalipun. Dengan nasionalisme itu pula dapat membangun identitas bangsa yg mandiri. Suatu negara akan hancur tanpa persatuan dan kesatuan yang didasari oleh nasionalisme. Dengan adanya nasionalisme maka bangsa yang terdiri dari beragam suku, etnik, agama, bahasa, dan budaya dapat disatukan menjadi negara yang kokoh sehingga dapat mengahadapi ancaman dari luar. Kita patut mencontoh negara Jepang dengan nasionalismenya mereka dapat membangun bangsa yang utuh dan maju. Namun nasionalisme yang berlebihan tidak baik karena akan mengakibatkan mengganggu keseimbangan, hubungan, dan persahabatan dengan negara lain yang merugikan negara lain.

unknown - April 29, 2012

anak kelas X, dgn kemampuan seperti ini. haha
emang cocok ne masuk management.
Tp nasionalisme tdk menjamin negara bakal besar, amerika dgn paham liberal, menjadi negara maju, cina sekarang dengan ajaran confusius menjadi negara yg diperhitungkan. Nasionalisme hnya menjadi pemersatu masyarakat di tengah keberagaman.

48. ochidov - Maret 31, 2009

basi bicara nasionalisme.
bila boleh mimpi;
Tuban dengan Wiragaleng
Jogja bersama Mangir
Dipantara akan menerkam Nusantara
Pinisi-pinisi modern akan menerjang tank-tank.

49. riochyn - April 24, 2009

ya…ya…
baru smua ini d pahami ato sudah d pahami tapi tidak d sadari segera??

50. Zul Azmi Sibuea - April 27, 2009

nasionalisme lahir sunsang, sebagai reaksi terhadap realitas konsepsi ummatisme, zaman kejayaan usmaniyah – zangan tengok rajanya jangan tengok penguasanya – tengok konsepsi ummahnya dalam sejarah baik tekstual maupun , non tekstual.

reaksi ini menjadi bersatu dan serempak melahirkan perang salib, dan inilah pemicu berdirinya nasionalisme yang mewariskan permusuhan dengan batas negara sebagai pemicu, faham konsepsi non ummatik sebagai pemicu, perdagangan internasional sebagai pemicu lain serta ketakutan menghadapi hidup yang semakin diancam oleh konsepsi darwin (struggle for life), pelanggengan penjajahan (ketakutan malthus) – nasionalisme lahir sunsang, tidak terlalu diperlukan.

secara konsepsional dalam ummah, mestinya hidup lebih damai, dengan semangat persaudaraan, tidak saling memerangi dan saling menghancurkan, ekonomi tidak dibangun berdasarkan persaingan yang saling mematikan, ilmu dan epistemologi ilnu ekonomi tidak dibangun berdasarkan kelangkaan sumber-sumber kehidupan, ilmu politik dikembalikan keawal sebagai ilmu yang “menaruh ditengah komunitas” pemecahan masalah-masalah komunitas, bukan hanya sekedar merebut kekuasaan seperti sekarang ini.

menurut saya kita yang harus menemukan ilmu yang kita perlukan, bukan hanya meniru dan mengimpor dari dunia barat. hanya kita yang paling mengetahui apa yang kita perlukan , kini, disini.
salam
zul azmi sibuea

51. iwan_puken - Juni 3, 2009

Apapun definisinya, NASIONALISME tetaplah sebuah faham buah cipta manusia untuk mengatur peri kehidupan manusia dalam suatu masyarakat bangsa. Sebagai sebuah ISME nasionalisme tak ada bedanya dengan KOMUINISME, SOSIALISME, bahkan ISME-ISME bercorak agama sekalipun dalam memecah belah manusia. Manusia mengkotak-kotakkan dirinya dalam penjara ISME yang ia ciptakan sendiri. Berfikir hanya dalam batas sebagai sebuah bangsa, sekelompok orang, segolongan tertentu, yang kemudian menindas, merampas bahkan melenyapkan manusia lain, meski dengan dalih mempertahankan IDENTITAS, itukah yang disebut NASIONALISME? Identitas seperti apa yang hendak kita pertahankan? Apakah karena kita segolongan manusia yang lebih tinggi derajatnya dibanding manusia lain? DERAJAT apa? Apakah manusia berhak mengakui keutamaan dirinya dari manusia lain, mengagungkan kebesaran bangsanya dari bangsa lain?

orang yang mau belajar dulu sebelon ngomong - Juli 29, 2010

oi bego. lo bace qur`an kagak. nyang namenye manusia itu diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. dan sudah merupakan gejala alamiah pula bahwa setiap bangsa akan cendrung mengelompokan dirinya tuk mengurus kepentinganya sendiri. lo pikir di dunia isinye orang arab semua ape. termasuk dalam hal2 yang politis. sama aje kayak bangsa gua ama bangsa jin yang kagak bisa nyatu. jadi….. jangan lo salain ismenye. ismenye tuh bener. yang salah itu orang kayak elo ame jin yang doyanye nyalain isme tanpa mau belajar dulu. asal ngemeng aje lo.

Yoga - Februari 22, 2016

bersuku-suku dan berbangsa-bangsa itu bukan terjadi secara tiba-tiba, ia adalah proses evolutif ilmiah yang terjadi akibat migrasi dan perkawinan sehingga teradaptasilah secara lingkungan yang mengelompok dalam menjalani pola hidup..
Dulu manusia itu homogen, setelahnya saja baru bermunculan suku dan bangsa akibat kembang-biaknya manusia secara terus-menerus. suku/bangsa bukan ikatan yang bersifat absolut apalagi sakral kok.. karena dalam perkembangannya, kelanjutan kelahiran bangsa dan suku juga dikarenakan oleh penyatuan antara bangsa/suku yang berbeda sebelumnya. Etnis Hazara misalnya, adalah keturunan Mongol yang menikah atau bercampur dg etnis Persia.. Cara hidup serta nilai-nilai yang mereka anut tidak sama lg dengan orang-orang mongol.
Kesukuan atau bangsa menurut saya tidak lebih dari soal biologis kelahiran dan karakteristik fisik, namun masalah budaya itu murni faktor eksternal yg notabene konstruksi sosial..
Pemikiran, cara hidup, dan kenyamanan individu tidak dapat ditentukan dg terkungkung dalam kotak-kotak suku dan bangsa. hanya karena kulit anda dan saya sama hitamnya, dan idung saya dan anda sama peseknya, bukan berarti saya harus setuju mengikuti anda dalam berbagai hal, begitu juga sebaliknya, bahkan bisa saja kita bersebrangan.. Saya bisa saja lebih menyatu dengan ras lain karena secara indovidu lebih cocok dlm banyak hal.. Tidak ada kaitannya dengan karakteristik fisik kita masing-masing yang hanya karena kulitmu hitam dia putih, ini semua terjadi juga karena pengaruh iklim (ilmiah), bukan seolah-olah mukjizat yg punya sakralitas.
banyak kok orang Indonesia yang punya suami atau istri bule, ketika ke dua insan telah menikah, tentu kedekatan mereka terjadi karena kecocokan satu sama lain.. Dari contoh yg saya ambil ini menandakan bahwa, Ya, kesukuan/bangsa memang ada, tapi adalah absurd ketika seseorang itu membatas-batasi dirinya sbg individu merdeka dalam kotak-sekat suku/bangsa.. kita semua adalah individu yang berbeda yang terlalu sempit untuk dikungkung ke dalam satu box yang sama.

52. ihog cavalera - Agustus 17, 2009

nasionalisme = skala kebangsaan
lebih kecil lagi=kesukuan
lebih kecil lagi=kekeluargaan
lebih kecil lagi=kepribadian (bukan egoism)

HATI YG SEHAT ;

– betapa indahnya kebersamaan dalam pluralitas nasionalisme….
– memancarkan energi positif melihat keindahan kebersamaan dan saling menghargai dalam kehidupan komplek sebuah bangsa…
– keyakinan bahwa kebersamaan membawa kemajuan yang lebih terakselerasi dari pada maju sendiri sendiri
– nasionalisme disadari…… menuntut toleransi yang luar biasa

SAKIT JIWA (skeptis, aura negatif, muka murung, hati kotor, terkena kutukan manyun) ;

– nasionalisme adalah bentuk egoisme yang diperluas (karena dia pribadi egois)
– nasionalisme adalah lihatlah orang papua yang maunya merdeka (merasa beda, minder, menjauh, menggosip, diprovokasi, memberontak, jatuh korban, tidak terima, egois, kesukuan, keinginan membentuk bangsa sendiri, benci suku non papua di irian, merasa di eksploistasi, merasa akan kaya kalo merdeka, merasa akan lebih maju tanpa indonesia )
– nasionalisme adalah kata2 yang digunakan untuk menindas aspirasi suku terbelakang dan terpencil (ini orang daerah yang memang memikirkan daerahnya sendiri biar maju sendiri, tidak butuh kebersamaan, tidak mempunyai solusi memajukan daerahnya kecuali merdeka, karena baru mampu berpikir segitu)
– nasionalisme gak ada bedanya dengan isme2 lainnya….. kotak2 ikatan sosial yang tujuannya memecah umat ……. (ini pernyataan skpetis orang yang sudah tidak percaya lagi pada hukum, karena dia menyamakan egonya yg sakit dengan isme2 lain, tumor ini harus dioperasi, bukan diolesi salep lagi)
– ngapain mikirin nasionalisme, pikir aja nasibmu sendiri…….. (ini mayat berjalan tapi masih doyan nasi, hidupnya sering ditikam cinta, bahkan dilemparkan dan dihajar badai, putus asa, jadi tidak mempunyai kepedulian, berjalan lurus maju kedepan……tersenyum tidak menangis tidak…..slamat malam orang gila)

53. DENI SI MANUSIA IKAN - Agustus 18, 2009

Nasionalisme Indonesia sejenis standarisasi kebangsaan yang didasari kebersamaan dijajah kolonialisme Belanda. Bukan didasarkan suku dan budaya. Kolonialisme Belanda menjadi akar Nasionalisme Indonesia. Perbedaan dasarnnya, terletak di negara eksekutornya. Dulu Belanda, sekarang Republik Indonesia. Dulu untuk Belanda saja, sekarang untuk semua, termasuk Republik Indonesia sendiri. Selangkah lebih maju daripada Kolonialis, tetapi bukan hasil akhir…

54. josef - Oktober 1, 2009

Nasionalisme, Kebangsaan, atau istilah yang lainnya, adalah suatu Tanda atau yang Menandai.Tanda(bangsa) itu menunjukan sesuatu yang dilakukan bersama-sama, atas kesepakatan bersama, menanggung resiko bersama dan mewarisi kerumitan atas Pertandaan(kebangsaan) tersebut. Siapa yang membuat Tanda(bangsa)? tentunya adalah orang-orang yang pemikirannya sudah melampui batas dan kita sekarang ini adalah orang yang dilampui batas, kutipan mas Goen dalam caping Tan Malaka, Sejak Agustus itu.Dan tanda itu adalah pengulangan yang terjadi secara terus menerus sejak yunani sampai abad postmodern ini.uraian singkat

55. camping_compang - Oktober 26, 2009

ada banyak penanda nationalisme yang padam ditelan masa, misalnya sriwijaya, pasundan, mataram atau tumasik (indonesia-singapore), mongol (ku bilai khan and Jengish Khan), yugoslavia, dan dimasa datang pun akan banyak nationalisme akan hilang seperti juga dimasa lalu. Jadi konsep nasionalisme bukan segala-galanya, bahkan pada MEE, terjadi penumpulan nationalisme sempit (state)menjadi nationalisme eropa.
Jadi nationalisme juga sedang tergugat, apa itu nationalisme, untuk apa, apa gunanya bagi saya , kalau tak lagi berguna modifikasi saja supaya berguna dan memberi manfaat bagi orang kebanyakan.

56. I. - Oktober 28, 2009

Saya bukan peramal tapi saya berkeyakinan bahwa semua partai politik akhirnya mati karena menelan kebohongan-kebohongannya sendiri. Para pemimpin politik yang dipercaya membangun masyarakat dan bangsa, ternyata hanya membangun partainya sendiri masing-masing. Dan pada akhirnya nanti saling berebutan kue untuk mengambil potongan yang paling besar. Yang dibutuhkan rakyat sekarang ini bukan media pencuci otak, melainkan hal yang lumrah. Hak untuk mendapatkan pekerjaan merupakan kebebasan paling berharga yang seharusnya dimiliki manusia. Hal yang tidak diinginkan adalah aparat yang tidak bisa memakai akal, dan rakyat yang tidak berani memanfaatkannya. Demokrasi adalah kata yang menjadi uang recehan dalam amplop. Apakah betul bahwa tujuan hidup adalah mencari kekuasaan, yang sebenarnya dasar utama keinginan berkuasa tak lain adalah keinginan menjadi kaya. Mereka yang berjiwa besar dan pada gilirannya mampu meraih keluhuran paling tinggi, hanyalah yang juga bisa terbuka menghadapi penyimpangan yang paling dasyat.

57. II. - Oktober 28, 2009

Setiap orang mempunyai hak untuk menuntut kemanusiaanya, yang berarti berhak menuntut segala hal yang ia butuhkan guna menunjang kemanusiaanya. Secara kongkret , ia berhak menuntut pekerjaan.Tak ada jenis manusia dari golongan apapun yang bisa menghalang-halangi hak ini. Jangan percaya ucapan,”Suara rakyat adalah suara Tuhan”, sebab pergolakan massa selalu dekat dengan kegilaan. Hukum tertulis seperti sarang laba-laba, selalu menjerat si miskin dan si lemah, sementara si kaya dan si berkuasa begitu gampang melanggar dan merusaknya. Setiap gejolak selalu ada maknanya dan menjadi pertanda adanya ancaman kekuasaan yang kurang bacus dan sekaligus menunjukan adanya salah urus dalam pemerintahan.

58. onesimpletech - November 3, 2009

Terima kasih atas informasinya semoga bermanfaat bagi semua blogger Indonesia.

59. renc - November 17, 2009
60. ariv - Januari 18, 2010

kita tak pernah sekalipun meminta tempat dimana kita akan dilahirkan. adalah suatu kebetulan jika kita terlahir di tanah tertentu dan keluar dari perut seorang ibu dari ras tertentu pula.
Naionalisme hanyalah sekat pembatas kemanusiaan, pembagian wilayah eksploitasi ekonomi, dan penguasaan terhadap apaun yang dilingkupinya

61. surya esa - Maret 6, 2010

nasib sebuah bangsa ada ditangan bangsa itu sendiri,disitulah pentingnya arti nasionalisme,kita tidak mau dikatakan bangsa yang mendapatkan kemerdekaan hadiah dari bangsa lain, toh.dan kita tidak bangga kalau kemajuan bangsa ini karena sumbang sih bangsa lain,itulah semangat nasionalisme.

62. Koleksi Humor Online - Oktober 3, 2010

Kalo para pejabat di Indonesia bisa disebut orang yang ‘nasionalis’ gak ya…???? Kenapa lebih mementingkan kepentingan para kapitalis asing dibandingkan rakyatnya sendiri.

63. liam - Oktober 31, 2010

,,, Indonesia kalau bisa.. jangan hanya bisa ngomong …tentang nasionalisme..
,,, Indonesia harus bisa mewujudkan nasionalisme secara nyata….
,,, Entah dengan cara apa,,,,
melalui apa… untuk bisa mewujudkan nasionalisme..

64. Sebuah Pengantar: Pemimpi di Masa Depan | KEM2011 - September 26, 2011
65. Pembasmi Nazi - Juli 23, 2019

Nasionalisme Indonesia itu pada dasarnya ambigu, ia adalah identitas konstruksi sosial yang terdialektika karena persamaan nasib berkat penjajahan yang secara tidak langsung ironisnya kedatangan para penjajah itu menjadi semacam ‘proto’ pembentukan Indonesia itu sendiri sebenarnya.
Nasionalisme berdasar pada kata ‘Nasion’ yang artinya ‘bangsa’, apa itu definisi bangsa? Setahu saya Indonesia itu nama negara yang baru dibentuk kemarin tahun 1945, bukan nama suatu kaum yang disebut bangsa. Kalau mau ngomong bangsa, malaysia-brunei-filipina-kamboja-dll satu bangsa kok, dari rumpun leluhur dan kelompok linguistik yang satu, ini baru definisi antropologis apa itu bangsa sebenar-benarnya, tetapi kita tidak satu negara semua kan? Jadi maaf saja bagiku ‘Bangsa Indonesia’ itu tidak ada kecuali sebagai konstruksi politis. Gak sulit kok utk memahami ini jika tanpa emosionalitas irasional bernama nasionalisme itu.
Kecuali anda ingin seperti Zionis Yahudi, itu baru wujud NASIONALISME (suka atau tidak suka) yang mendirikan negara berbasis “Bangsa” yang sesungguhnya dengan menghimpun berbagai diaspora Yahudi di penjuru dunia bergerombol hijrah ke Israel, dan mengkelas-duakan mereka yang non-Yahudi. Tetapi Indonesia bukan didasari keleluhuran seperti Israel yang mana begitulah sejatinya mengartikan bangsa dengan negara, Indonesia berdiri atas dasar idealitas yang dicakup dalam Pancasila itu.

indonesia adalah sebuah ‘penanda kosong’ yang tidak pernah memiliki definisi yang tetap, yang selalu diartikan secara lain oleh orang yang berbeda. dalam polemik kebudayaan pada tahun 1930-an, tokoh nasional kita jungkir balik mencari basis atas keindonesiaan, dan hasilnya adalah sejarah; bukan jawaban pasti. kecuali “keinginan untuk bersatu”. kayak jatuh cinta aja, irasional dan arbitrer.

Pada dasarnya, ocehan para budayawan yang mengawang-ngawang di dalam abstraksi nilai itu, entah tentang keramahan, persatuan, gotong-royong, dll toh itu semua bahasa yang sangat inklusif yang juga menjadi tujuan manusia dari manapun asalnya.

Seiring berjalannya waktu dan kedewasaan umat manusia yang terus berkembang, kita akan menyadari bahwa nasionalisme sesungguhnya adalah nasionalisme kemanusiaan itu sendiri. Jalinan hubungan, interaksi, dan perhatian berbagai isu global di era keterbukaan hari ini, manusia semakin dapat berhubungan satu sama lain terlepas apapun bangsanya, bahkan menikah dengan orang-orang berkebangsaan lain yang trendnya sedang meningkat dan terus melahirkan anak-anak campuran multirasial dan multikultural, mengingatkan saya pada artikel ini.
https://germesta.blogspot.com/2019/05/generasi-ras-campuran-dan-identitas.html

Nasionalisme hari gini? Hanya ego bagi mereka yg ingin membeda-bedakan saja karena narsisme ingin dipandang ” Beda”, itu saja sebetulnya – a week individual who seeks for enforced collectivism called nationalism. So that they can feel better to show up with such self-validation, that is actually the weakest of the weak for being “Me” by nothing but defining or gaining through collectivism. What a loser mentality.


Tinggalkan Balasan ke adminblogfsifeunand Batalkan balasan